Tag Archives: Bioaktifator

Rancang Bangun dan Uji Kinerja Reaktor Kompos Skala Rumah Tangga

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya masalah dalam penanganan sampah perkotaan,
tingginya harga pupuk non organik. Untuk mengatasi permasalahan tersebut telah dilakukan penelitian
rancang bangun reaktor kompos skala rumah tangga sistem kontinyu dengan menggunakan
bioaktivator kompos untuk mempercepat proses dekomposisi. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli
2004 – Januari 2005 di Laboratorium Alat dan Mesin Pertanian dan pengujian kualitas kompos
dilakukan di Laboratorium UPT SDA Hayati Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor.
Penelitian mengunakan metode rekayasa rancang bangun yang terdiri dari analisis teknis dan analisis
ekonomi dalam tahapan prosesnya. Reaktor kompos yang dirancang berupa tabung menyerupai drum
dari bahan plat besi, terdiri atas 20 lapisan/layer yang menunjukkan lamanya hari pengomposan.
Setiap hari tabung reaktor diisi dengan sampah organik rumah tangga 3 kg ditambah bahan
bioaktivator untuk mempercepat proses dekomposisi setiap kali sampah dimasukkan. Bioaktivator
terdiri atas campuran formula mikroba MINOSE ditambah serbuk gergaji, molase (atau gula) dan air
dengan perbandingan 4,94 ml : 2500 cc : 19,75 ml : 79 ml. Hasil rancangan diperoleh sebuah reaktor
kompos dengan panjang 60 cm, lebar 50 cm, tinggi 86 cm, dengan kapasitas produksi aktual sebesar
0,56 kg kompos per hari, dan dengan efisiensi 79 %. Biaya produksi sebesar Rp 218.100 dengan IRR
32 %, NPV Rp. 737.212,80, BC ratio 2,2 dan BEP 0,72 tahun. Dengan reaktor kompos ini dapat
dihasilkan kompos secara kontinyu setiap hari setelah proses dekomposisi berlangsung selama 21 hari.

konvensional ini, membutuhkan sejumlah
gerobak/truk pengangkut, rute transportasi truk sampah, dan lahan penampung sampah yang lokasinya
jauh dari pemukiman domestik, serta sejumlah insinerator untuk pembakaran sampah. Penyelenggara
sistem ini terutama adalah pemerintah yang dalam hal ini dilakukan oleh Dinas Kebersihan Kota (PD
Kebersihan) dengan hanya sedikit keterlibatan masyarakat. (Kramadibrata dan Kastaman, 2003).
Gambar 1. Sistem Pengelolaan Sampah Konvensional
Namun menurut Kramadibrata & Kastaman (2003), dari fakta di lapangan yang selama ini
terjadi, proses kerja yang ditampilkan oleh sistem ini memiliki beberapa kelemahan pokok , yaitu :
1. Masih terbatasnya penataan dan pemanfaatan sampah, terutama yang berbasis masyarakat.
2. Masih terbatasnya partisipasi atau keterlibatan masyarakat dalam penanganan dan pengelolaan
sampah.
3. Masih terbatasnya pengembangan potensi ekonomi dari sampah.
Salah satu alternatif untuk meningkatkan peran masyarakat sebagai produsen sampah dalam
pengelolaan sampah adalah Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu. Sistem ini menitikberatkan pada
komunitas terkecil penghasil sampah yaitu rumah tangga, yang mempunyai andil dalam meningkatkan
volume sampah Kota Bandung sebesar 65 %. Prinsip sistem ini adalah pemilahan sampah organik dan
anorganik, daur ulang sampah non-organik, dekomposisi sampah organik menjadi kompos,
menampung kompos, sertifikasi kompos dan distribusi kompos ke pengguna. Sampah non organik
dapat didaur ulang dan diolah kembali. Hanya sekira 30 % atau 6 % dari total sampah yang tidak bisa
diolah kembali. Sampah organik bisa didekomposisi menjadi kompos sebagai pupuk atau silage
untuk pakan, dan selanjutnya bisa dijual.
Sampah TPS
Rumah
Insinerator
TPA
3
Berdasarkan uraian di atas diperlukan adanya rancang bangun reaktor kompos skala rumah
tangga untuk memproduksi kompos dalam waktu yang singkat, mempunyai kualitas yang baik dan
murah sehingga mendukung sistem pengelolaan sampah yang menunjang pertanian ramah lingkungan.
Tujuan penelitian ini adalah merancang bangun reaktor kompos skala rumah tangga, yang
dapat mengolah sampah organik menjadi kompos dalam waktu yang lebih singkat (21 hari) dan dapat
mengurangi ketergantungan pada pupuk non organik (buatan). Diharapkan dengan adanya reaktor ini
dapat lebih meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengelola kebersihan kota, mengurangi biaya
pengelolaan sampah, menghasilkan nilai tambah dari pemanfaatan pupuk organik (kompos) yang
menunjang pertanian ramah lingkungan, serta mengurangi pencemaran lingkungan, baik terhadap
tanah, air dan udara.
BAHAN DAN METODE
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian rekayasa,
(Herwanto, 2000) yaitu kegiatan penelitian perancangan yang tidak rutin sehingga di dalamnya
terdapat kontribusi baru, baik dalam bentuk proses maupun produk. Tahapan Peneltian ini adalah
seperti yang disajikan pada Gambar 2.
Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli 2004 hingga Januari 2005 bertempat di Laboratorium Alat
dan Mesin Teknik Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, sedangkan pengujian kualitas
kompos dilakukan di Laboratorium Tanah UPP SDA Hayati Jatinangor.
Alat yang digunakan dalam perancangan reaktor adalah : alat tulis, satu unit komputer. Alat
yang digunakan dalam pembuatan reaktor kompos terdiri dari : Perlengkapan las asetilen, las listrik,
gergaji besi, mesin bubut, gerinda, gerinda tangan, seperangkat perkakas (palu, tang, jangka, gunting
pemotong plat, penggaris siku, kunci pas), mesin bor, mesin pemotong plat, rivet.
Mulai
Observasi Kebutuhan
Kriteria Perancangan
Rancangan Fungsional
Rancangan Struktural
Analisis Teknik
Pembuatan Reaktor
Selesai
Pengujian
Reaktor
Pengujian tidak
Kompos
layak
layak
tidak
layak
Analsisis Ekonomi tidak
Gambar 2. Tahapan Penelitian
4
Alat ukur yang digunakan dalam pengujian reaktor kompos adalah : timbangan, pH meter
tanah, Thermometer digital merk Kern, dan Light Moisture Tester Tanah. Bahan yang digunakan
dalam penelitian ini di antaranya :
1. Silinder Besi diameter 40 cm tebal 2 mm
2. Besi siku 36 mm x 36 mm x 2 mm
3. Plat besi tebal 2 mm
4. Mur dan baut diameter 6,6 mm
5. Bantalan FYH P 204 diameter 20 mm
6. Besi poros diameter 20 mm
7. Sampah organik rumah tangga
8. Bio aktivator Biofresh
Sedangkan variabel yang diamati antara lain :
1. Laju Suhu Pengomposan
2. Keasaman (pH)
3. Waktu Pengomposan
4. Karakteristik Fisik Kompos (kadar air, warna kompos, ukuran partikel, bau)
5. Karakteristik Kimia Kompos
Prosedur pembuatan kompos yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Sampah organik dipilah antara yang mudah didekomposisi dengan yang sukar didekomposisi
2. Sampah organik untuk pengomposan dikecilkan ukurannya sampai dengan ukuran 1 – 5 cm.
3. Sampah organik rumah tangga dicampur dengan serbuk gergaji dengan perbandingan 1 : 0,69
kemudian ditambah air sampai dengan kandungan air sekira 50 %.
4. Bioaktivator dicampur dengan molasses atau larutan gula merah kental dan air
5. Campuran bioaktivator disemprotkan ke dalam campuran bahan
6. Campuran bahan dimasukkan ke dalam reaktor
7. Setelah 20 hari campuran yang sudah menjadi kompos bisa di angkat
8. Kompos yang telah diangkat dikeringkan dengan cara diangin-anginkan
9. Kompos yang telah diangin-anginkan diayak dengan pengayak kawat
10. Kompos yang telah diayak dimasukkan ke dalam kemasan plastik
11. Simpan di tempat yang sejuk.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Teknik dan Rancangan Struktural
a. Komponen Struktural Reaktor Kompos
Komponen struktural raktor terdiri dari : ruang pengomposan, pemisah antar lapisan, tutup
reaktor, saluran udara, poros, bantalan, pegangan tutup reaktor (handgrip), rangka
5
b. Gambar Rancangan Reaktor Kompos
Gambar 3. Reaktor Kompos Hasil Rancang Bangun
c. Dimensi Reaktor
Model Reaktor kompos ini berukuran panjang 60 cm, lebar 50 cm, tinggi 86 cm dengan
kapasitas 0,9875 kg sampah/hari. Waktu pengomposan selama 20 hari. Kapasitas produksi 0,565 kg
kompos/hari, dan kapasitas efektif 79 %. Berat kosong reaktor sebelum diisi bahan kompos adalah
sebesar 12,5 kg.
Hasil Pengujian Reaktor
a. Suhu
Proses pengomposan mengalami 3 tahapan berbeda dalam kaitannya dengan suhu, yaitu :
mesophilic, thermophilic dan tahap pendinginan. Pada tahap awal mesophilic suhu proses akan naik
dari suhu lingkungan ke 40 oC dengan adanya fungi & bakteri pembentuk asam, tahap ini terjadi pada
hari 1 – 3 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Suhu proses akan terus meningkat ke tahap
thermophilic antara 55 – 65 oC selama 3 – 4 hari, dalam penelitian ini suhu maksimal yang dapat
dicapai adalah 53 oC, walaupun rata-rata suhu maksimal adalah 46,4 oC dimana mikroorganisme akan
digantikan oleh bakteri thermopilic, actinomycetes dan fungi, namun suhu tersebut masih dalam
kisaran suhu ideal minimum proses pengomposan (CPIS, 1992 dalam Darius,2000). Kondisi suhu
tersebut juga diperlukan untuk proses inaktivasi bila ada bakteri pathogen.
Tahap pendinginan ditandai dengan penurunan aktivitas mikroba dan penggantian
dari mikroorganisme thermophilic dengan bakteri & fungi mesophilic fase ini terjadi pada hari
ketujuh sampai hari ke empat belas. Aktivitas ini ditandai dengan penurunan suhu pengomposan
sampai sama dengan suhu lingkungan. Selama tahap pendinginan ini, proses penguapan air dari
material yang telah dikomposkan akan masih terus berlangsung, demikian pula stabilisasi pH dan
penyempurnaan pembentukan humus.
Kadar air, suplai udara, ukuran dan bentuk tumpukan, kondisi lingkungan sekitar dan
kandungan nutrisi sangat mempengaruhi suhu dalam tumpukan kompos. Kecenderungan suhu akan
lebih rendah jika kondisi kadar air berlebih karena panas yang dihasilkan akan digunakan untuk proses
penguapan. Sebaliknya kondisi kadar air yang rendah akan menurunkan aktivitas mikroba dan
menurunkan kecepatan pembentukan panas.
6
Gambar 4. Grafik Rata-rata Perubahan Suhu Pengomposan
b. Tingkat Keasaman (pH)
Tingkat keasaman (pH) kompos hasil pengujian yang dilakukan dengan analisis potensiometri
dengan H2O adalah 7,3 dengan KCL 1 N 7,3 sedangkan dengan menggunakan alat pengukur pH tanah
rata-rata adalah 6,99. Standar nasional untuk tingkat keasaman kompos dari sampah rumah tangga
adalah antara 6,80 – 7,49. Selama proses dan dalam tumpukan umumnya kondisi pH bervariasi dan
akan terkontrol dengan sendirinya
c. Nisbah C/N
Nisbah C/N kompos yang dihasilkan pada pengujian mencapai 19, Unsur Karbon dan
Nitrogen keduanya dibutuhkan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan mikroorganisme.
d. Kadar air
Kadar air diukur menggunakan alat pengukur kadar air dan pH tanah diperoleh rata-rata kadar
air adalah 37,4 %. Sedangkan menurut pengujian di laboratorium kadar air sampel kompos 66 %.
Kadar air akhir kompos menjadi berkurang karena selama proses pengomposan ada pelepasan
kandungan air, terutama setelah diangin-anginkan.
e. Warna Kompos
Warna kompos hasil pengujian berwarna hitam kecoklatan menyerupai warna tanah, ini
merupakan indikator kompos matang.
g. Bau (odor)
Pada pengujian tidak timbul bau yang menyengat yang biasanya timbul pada proses
dekomposisi sampah. Pada kompos hasil pengomposan bau yang timbul sama dengan bau tanah. Bau
yang ditimbulkan pada proses pengomposan disebabkan oleh nisbah C/N yang rendah yang
menyebabkan terbentuknya amoniak sehingga nitrogen akan hilang ke udara dalam bentuk amoniak
yang menyebakan bau tidak sedap.
Menurut hasil penelitian Kramadibrata & Kastaman (2003), beberapa faktor yang
harus diperhatikan dalam proses pengomposan antara lain :
1. Kadar air optimum untuk proses pengomposan yang efisien berkisar antara (50-60)%.
7
2. Ukuran partikel sampah yang akan dibuat kompos optimum berkisar antara 10-50 mm
untuk memudahkan proses dekomposisi oleh mikroba pengurai, mengingat makin kecil
ukuran, luas permukaan bahan yang akan didekomposisi akan makin besar.
3. Aerasi atau sirkulasi udara dalam reaktor. Pada reaktor berlangsung proses dekomposisi secara
aerob, sehingga suplai oksigen pada timbunan kompos harus cukup. Sehingga untuk reaktor
dengan tidak menggunakan proses pembalikan sampah, maka penumpukan sampah yang akan
dikomposkan tidak melebihi 90 cm dan pada tiap lapisan reaktor diberi rongga untuk sirkulasi
udara agar kandungan oksigen mencukupi.
4. Suhu sangat penting untuk menurunkan nisbah C/N, membunuh biji gulma, bakteri pathogen,
parasit dan telur-telurnya. Suhu yang terjadi selama proses dekomposisi berkisar 60 – 70 oC.
h. Ukuran Kompos
Ukuran kompos untuk kompos dari sampah organik rumah tangga adalah antara 0,55 – 25 mm.
Pada penelitian ini yang lolos pengayakan menggunakan kawat dengan ukuran lubang 6 x 6 mm dan
yang lolos adalah sebesar 93,25 %. jadi rata-rata kompos yang dihasilkan adalah kompos halus.
Hasil Pengujian Kualitas Kompos
Hasil pengujian kualitas kompos adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Perbandingan kualitas kompos hasil pengujian dengan kualitas kompos
dari sampah organik domestik (SNI No.19-7030-2004)
No Nilai
.
Parameter Satuan
SNI Hasil pengukuran
Keterangan
1. Kadar Air % < 50 37,4 Sesuai
2. Temperatur 0C Suhu
udara
25,6 Sesuai
3. Warna Kehitama
n
Kehitaman Sesuai
4. Bau Tidak bau Tidak berbau Sesuai
5. Ukuran Partikel Mm 0,55 – 25 Lolos ayakan 6
mm 93,25%
Sesuai
6. Kemampuan Ikat Air % 58,72 Tidak diukur –
7. Ph 6,80 –
7,49
7,1 -7,3 Sesuai
8. Bahan Asing % 0 0 Sesuai
Unsur Makro
9. Bahan Organik % 27 – 58 115,9 Lebih besar
10. Nitrogen % 0,4 3,62 Sesuai
11. Karbon % 9,81–
32,28
67,23 Lebih besar
12. Phosphor(P2O5) % 0,39 Tidak ada standar
13. C/N Ratio 9,38-20 18,57 Sesuai
14. Kalium (K2O) % 0,59 Tidak ada standar
Unsur Mikro
15. Arsen Mg/kg < 0,50 Tidak diukur Logam berat
16. Cadmium(Cd) Mg/kg < 3 Tidak diukur Logam berat
17. Cobal (Co) Mg/kg < 34 Tidak diukur Logam berat
18. Chromium (Cr) Mg/kg < 210 Tidak diukur Logam berat
19. Tembaga (Cu) Mg/kg < 100 Tidak diukur Unsur mikro
8
20. Mercuri (Hg) Mg/kg < 0,8 Tidak diukur Logam berat
21. Nikel (Ni) Mg/kg < 62 Tidak diukur Logam berat
22. Timbal (Pb) Mg/kg < 150 Tidak diukur Logam berat
23. Selenium(Se) Mg/kg < 2 Tidak diukur Logam berat
24. Seng (Sn) Mg/kg < 500 Tidak diukur Unsur mikro
Unsur Lain
25. Calsium % < 25,49 6,83 Sesuai
26. Magnesium (Mg) % < 0,63 7,31 Unsur mikro
27. Besi (Fe) % < 2,03 113,57 Unsur mikro
28. Alumunium (Al) % < 2,20 Tidak diukur Unsur mikro
29. Mangan (Mn) % < 0,06 186,05 Unsur mikro
Bakteri
30. Fecal Coli MPN/gr < 1000 Tidak diukur
31. Salmonella sp. MPN/4 gr < 3 Tidak diukur
Organisme pathogen
32. KTK C mol kg -1 – 47,9 Tidak ada standar
Hasil Analisis Ekonomi
Biaya konstruksi atau biaya produksi model reaktor ini apabila bahan konstruksi sebagian
menggunakan bahan bekas adalah sebesar Rp 218.100 sedangkan bila seluruhnya bahan baru sebesar
Rp 276.000.
Hasil perhitungan kelayakan ekonomi menunjukkan bahwa nilai Internal Rate of Return (IRR)
pengoperasian reaktor ini adalah sebesar 32 %, kemudian Net Present Value Rp. 737.212,80.
Sedangkan B/C Ratio nya adalah sebesar 2,2 % dan BEP 0,72 tahun untuk umur reaktor selama 5
tahun. Dilihat dari kelayakan investasi, alat ini layak secara ekonomi.
Pembahasan
Berdasarkan hasil pengujian masih dijumpai beberapa kelemahan pada reaktor kompos yang
dirancang. Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain :
1. Konstruksi tutup tangki reaktor di bagian bawah tidak berlubang, sehingga dengan konstruksi
tersebut akumulasi air yang tertampung di bagian bawah reaktor semakin banyak. Kondisi ini akan
berdampak pada tingkat kadar air untuk kompos di lapisan paling bawah akan makin besar
mengingat sampah yang diisikan tiap hari ke dalam reaktor masih mengandung air. Untuk itu
diperlukan perbaikan konstruksi tutup tangki reaktor bagian bawah dengan membuat lubang dan
pengarah keluaran air gravitasi dari tumpukan sampah yang ada dalam reaktor.
2. Kompos yang diperoleh masih bercampur dengan bahan yang sukar terdekomposisi seperti tulang,
biji-bijan atau kulit buah keras. Oleh karena itu diperlukan perbaikan pada prosedur pemilahan
sampah yang akan dimasukan ke dalam reaktor.
3. Saat kompos dari lapisan pertama reaktor diperoleh di hari ke 21, pada lapisan dinding reaktor
terdapat tanda-tanda korosif pada bahan (warna kuning pada tangki besi dari reaktor). Untuk itu
diperlukan perbaikan pada dinding reaktor dengan terlebih dahulu diberi lapisan cat atau ter untuk
menghindari korosi. Alternatif lain dengan menggunakan bahan tangki reaktor yang lebih tahan
lama seperti plastik.
9
Walapun demikian secara umum kinerja reaktor kompos ini sudah memenuhi kriteria yang
diinginkan, yaitu tidak berbeda jauh dengan standar yang ditetapkan melalui SNI.
SIMPULAN
1. Reaktor sesuai untuk diterapkan untuk mengatasi permasalahan sampah khususnya pada skala
rumah tangga, dengan beberapa kelebihan yang dimiliki, yakni : dapat diisi secara kontinyu, dapat
mereduksi bau sampah karena adanya aktivitas mikroba dari bioaktivator, mempercepat proses
dekomposisi, kompos dapat dihasilkan untuk lapisan pertama pada hari ke 21.
2. Kualitas kompos yang dihasilkan secara umum sesuai dengan standar nasional yang telah
ditetapkan, sehingga baik untuk diaplikasikan untuk bidang pertanian.
3. Secara ekonomi penggunaan reaktor ini layak untuk diaplikasikan mengingat dengan biaya
produksi sebesar Rp 218.100, alat ini mampu memberikan tingkat pengembalian invetasi (IRR)
sebesar 32 %, kemudian Net Present Value Rp. 737.212,80 dengan nilai B/C Ratio sebesar 2,2 %
dan BEP 0,72 tahun.
4. Aplikasi model reaktor kompos skala rumah tangga ini akan memberi manfaat yang besar
disamping penggunaan komposnya untuk pertanian juga sebagai alternatif solusi masalah sampah
kota yang hingga saat masih mengandalkan pada pembuangan sampah ke tempat pembuangan
sampah akhir, yang sarananya semakin terbatas dan sulit.
Saran
1. Untuk mengetahui hasil kinerja aktual reaktor ini perlu dilakukan pengujian adaptasi di
lingkungan rumah tangga.
2. Diperlukan adanya pengujian kadar kandungan unsur-unsur mikro pada kompos hasil pengujian,
mengingat dalam penelitian ini hal tersebut belum dilakukan.
3. Kompos yang dihasilkan dari reaktor ini disarankan untuk diujicobakan pada tanaman sehingga
dapat dibuktikan kelebihan dan kekurangan kompos yang diperoleh terhadap tanaman. Disamping
itu juga dapat diketahui komposisi aplikasi kompos yang tepat untuk jenis tanaman yang akan
dipupuk dengan menggunakan kompos ini.

DAFTAR PUSTAKA
Darius. 2001. Perancangan reaktor kompos skala rumah tangga. Skripsi. Jurusan Teknologi Pertanian.
Fakultas Pertanian Universiatas Padjadjaran. Jatinangor. (tidak dipublikasikan)
Herwanto, T. 2000. Modul rancang bangun mesin dan peralatan pasca panen kacang tanah pada
produksi dan pengolahan kacang tanah sebagai kegiatan usaha agribisnis. LPM Unpad.
Bandung.
Kramadibrata, A., dan Roni Kastaman. 2003. Introduksi teknis sistem pengelolaan sampah terpadu
(SILARSATU). Laporan Kajian Riset Terapan. Kerjasama LPM Unpad dengan Litbang Kota
Bandung. (tidak dipublikasi)
PD. Kebersihan Kota Bandung. 2003. Rata-rata produksi sampah per hari di kota Bandung tahun
2001/2002. Available at : http://www.bappeda-bandung.go.id. 7 November 2003.
SNI no.19-7030-2004. Spesifikasi kompos dari sampah organik domestik. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Permukiman, Bandung.

selengkapnya dapat di undu disini